Oleh : Herry Eko Jaya Putra
Dahulu, kata galau ini hampir tidak pernah di dengar oleh
telinga kita. Namun sekarang, kata “GALAU” ini sudah menjadi kata yang populer
di kalangan muda-mudi. Sedikit saja ada masalah sudah galau, murung dikit
dibilang galau. Sebenarnya apa sih makna kata galau ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), galau
/ga·lau/
a, bergalau /ber·ga·lau/ a sibuk beramai-ramai; ramai
sekali; kacau tidak keruan (pikiran); kegalauan /ke·ga·lau·an/ n
sifat (keadaan hal) galau. Namun makna kata galau yang populer saat ini
mengalami perluasan makna dari makna resmi kata galau sesuai KBBI diatas, yang
kemudian menjadi : sedih, gelisah, bingung, bimbang dan lainnya yang
menggambarkan perasaan tidak karuan seseorang.
Lantas, apa pula hubungannya kata “GALAU” ini dengan
keimanan seperti judul di atas ?
Pertama, saya ingin menjelaskan bahwa apa yang akan saya
tuliskan setelah ini merupakan sebuah pendapat dari salah satu sudut pandang
dan ini bukanlah tafsir atau fatwa, melainkan hanyalah sebuah “perspective”
atau cara pandang. Hal ini saya sampaikan agar tidak terjadi kesalah pahaman
oleh pembaca.
Baiklah, bila kemudian kita mengambil makna kata “GALAU”
adalah perasaan gelisah dan tidak tenang seseorang, maka kita akan menemukan
hadits yang menjelaskan bahwa keimanan juga berhubungan dengan
kegelisahan/kegalauan dalam diri seseorang. Rasulullah SAW bersabda :
Siapa saja yang melihat kemungkaran, maka ubahlah ia
dengan tangannya; kalau tidak mampu, ubahlah ia dengan lisannya; kalau tidak mampu,
ubahlah ia dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemah iman(HR. Muslim)
Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa keimanan
akan berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam mengubah suatu kemungkaran
yang terjadi. Semakin kuat/baik keimanan seseorang maka kemampuannya mengubah
suatu kemungkaran akan semakin kuat pula. Sebaliknya, semakin lemah keimanan
seseorang, kemampuannya mengubah kemungkaran pun semakin lemah. Dan Rasul SAW
menggambarkannya dengan mengubahnya dengan hatinya. Maksud mengubah dengan hati
ini adalah dengan mendo’akan agar kemungkaran itu hilang, berganti kebaikan dan
orang-orang yang berbuat kemungkaran tersebut kemudian bertobat kepada Allah
SWT.
Doa’ akan lahir dari hati yang sensitif, hati yang merasa
risau, galau/gelisah karena melihat kemungkaran terjadi disekitarnya. Tanpa
rasa ini, hati tak akan tergerak untuk berdo’a kepada Allah SWT untuk mengubah
kemungkaran tersebut. Saat melihat orang membuka aurat, hatinya “galau”, saat
melihat maraknya perjudian, hatinya pun “galau” dan lain-lainnya. Galau karena
hatinya menolak dan tidak setuju dengan segala bentuk kemungkaran yang terjadi
disekitarnya. Itulah yang saya maksudkan bahwa “GALAU” adalah tanda keimanan. Dan
itu hanya terkhusus untuk kegalauan hati dalam melihat kemungkaran sebagaimana
yang disampaikan dari Hadits Nabi diatas, bukan untuk kegalauan yang lainnya.
Dalam Hadits lain, Rasulullah SAW bersabda :
Maka siapa saja yang berjihad dengan tangannya, maka
ia mu’min; siapa saja yang berjihad dengan lisannya, maka ia mu’min; siapa saja
yang berjihad dengan hatinya, maka ia mu’min dan di luar itu tidak ada keimanan
sedikit pun meski sebesar biji sawi (HR. Muslim)
Oleh sebab itu kawan, mari kita pelihara keimanan dalam
diri kita agar hati kita menjadi sensitif. Sehingga mampu merasakan sebuah
kemungkaran agar kemudian diri menjauhi kemungkaran tersebut kemudian berdo’a
agar kemungkaran tersebut dihilangkan dalam diri dan masyarakat kita. Jika
demikian, maka insyaallah diri kita akan senantiasa terhindar dan terpelihara
dari berbuat kemungkaran.
Sebaliknya kawan, saat diri merasa biasa saja ketika
melihat sebuah kemungkaran atau bahkan melakukan kemungkaran, maka bertanyalah
ke dalam hati, dimanakah iman kita saat itu. Karena selemah-lemah iman adalah
menolak kemungkaran dengan hati.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment