Laman

Monday, February 16, 2015

“GALAU” ; Tanda Keimanan




Dahulu, kata galau ini hampir tidak pernah di dengar oleh telinga kita. Namun sekarang, kata “GALAU” ini sudah menjadi kata yang populer di kalangan muda-mudi. Sedikit saja ada masalah sudah galau, murung dikit dibilang galau. Sebenarnya apa sih makna kata galau ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), galau /ga·lau/ a, bergalau /ber·ga·lau/ a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); kegalauan /ke·ga·lau·an/ n sifat (keadaan hal) galau. Namun makna kata galau yang populer saat ini mengalami perluasan makna dari makna resmi kata galau sesuai KBBI diatas, yang kemudian menjadi : sedih, gelisah, bingung, bimbang dan lainnya yang menggambarkan perasaan tidak karuan seseorang.

Lantas, apa pula hubungannya kata “GALAU” ini dengan keimanan seperti judul di atas ?

Pertama, saya ingin menjelaskan bahwa apa yang akan saya tuliskan setelah ini merupakan sebuah pendapat dari salah satu sudut pandang dan ini bukanlah tafsir atau fatwa, melainkan hanyalah sebuah “perspective” atau cara pandang. Hal ini saya sampaikan agar tidak terjadi kesalah pahaman oleh pembaca.

Baiklah, bila kemudian kita mengambil makna kata “GALAU” adalah perasaan gelisah dan tidak tenang seseorang, maka kita akan menemukan hadits yang menjelaskan bahwa keimanan juga berhubungan dengan kegelisahan/kegalauan dalam diri seseorang. Rasulullah SAW bersabda :


Siapa saja yang melihat kemungkaran, maka ubahlah ia dengan tangannya; kalau tidak mampu, ubahlah ia dengan lisannya; kalau tidak mampu, ubahlah ia dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemah iman(HR. Muslim)

Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa keimanan akan berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam mengubah suatu kemungkaran yang terjadi. Semakin kuat/baik keimanan seseorang maka kemampuannya mengubah suatu kemungkaran akan semakin kuat pula. Sebaliknya, semakin lemah keimanan seseorang, kemampuannya mengubah kemungkaran pun semakin lemah. Dan Rasul SAW menggambarkannya dengan mengubahnya dengan hatinya. Maksud mengubah dengan hati ini adalah dengan mendo’akan agar kemungkaran itu hilang, berganti kebaikan dan orang-orang yang berbuat kemungkaran tersebut kemudian bertobat kepada Allah SWT.

Doa’ akan lahir dari hati yang sensitif, hati yang merasa risau, galau/gelisah karena melihat kemungkaran terjadi disekitarnya. Tanpa rasa ini, hati tak akan tergerak untuk berdo’a kepada Allah SWT untuk mengubah kemungkaran tersebut. Saat melihat orang membuka aurat, hatinya “galau”, saat melihat maraknya perjudian, hatinya pun “galau” dan lain-lainnya. Galau karena hatinya menolak dan tidak setuju dengan segala bentuk kemungkaran yang terjadi disekitarnya. Itulah yang saya maksudkan bahwa “GALAU” adalah tanda keimanan. Dan itu hanya terkhusus untuk kegalauan hati dalam melihat kemungkaran sebagaimana yang disampaikan dari Hadits Nabi diatas, bukan untuk kegalauan yang lainnya.

Dalam Hadits lain, Rasulullah SAW bersabda :

Maka siapa saja yang berjihad dengan tangannya, maka ia mu’min; siapa saja yang berjihad dengan lisannya, maka ia mu’min; siapa saja yang berjihad dengan hatinya, maka ia mu’min dan di luar itu tidak ada keimanan sedikit pun meski sebesar biji sawi (HR. Muslim)

Oleh sebab itu kawan, mari kita pelihara keimanan dalam diri kita agar hati kita menjadi sensitif. Sehingga mampu merasakan sebuah kemungkaran agar kemudian diri menjauhi kemungkaran tersebut kemudian berdo’a agar kemungkaran tersebut dihilangkan dalam diri dan masyarakat kita. Jika demikian, maka insyaallah diri kita akan senantiasa terhindar dan terpelihara dari berbuat kemungkaran.

Sebaliknya kawan, saat diri merasa biasa saja ketika melihat sebuah kemungkaran atau bahkan melakukan kemungkaran, maka bertanyalah ke dalam hati, dimanakah iman kita saat itu. Karena selemah-lemah iman adalah menolak kemungkaran dengan hati.

Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment