Ditulis oleh: Herry Eko Jaya Putra
Sesungguhnya Allah SWT telah menentukan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Bila kamu membunuh maka baguskanlah dalam membunuh dan bila menyembelih maka baguslah dalam cara menyembelih. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan belatinya dan menjadikan binatang sembelihan cepat mati.” (HR. Muslim)
Dalam sebuah diskusi dikantor, seorang teman bertanya: “mengapa
menyembelih hewan disunnahkan pada leher bagian depan (tenggorokan dan
kerongkongan) sedangkan dalam hukuman pancung dilakukan pada leher bagian
belakang (tulang leher)”.
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
Mengasah pisaupun hendaklah tidak dihadapan hewan yang akan disembelih, karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementara binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
Kembali ke fokus pertanyaan tentang penyembelihan pada daerah kerongkongan dan tenggorokan dan hukum pancung pada tulang leher belakang. Kita melihat, keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Menyembelih hewan kurban dengan cara seperti itu selain bertujuan untuk membunuh, juga untuk mengalirkan darah keluar dari tubuh hewan sebagaimana sabda Nabi SAW:
Dari Rafi’ bin Khudaij, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
bersabda:
“Cepatkanlah dan ringankanlah (gerakan alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut Nama Allah (pada saat menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu), asalkan tidak menggunakan gigi dan kuku. Aku akan memberitahu kalian, adapun gigi, ia merupakan tulang sedangkan kuku adalah pisau orang Habasyah.” (HR. Al Bukhari)
“Cepatkanlah dan ringankanlah (gerakan alat) apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut Nama Allah (pada saat menyembelih), maka makanlah (sembelihan itu), asalkan tidak menggunakan gigi dan kuku. Aku akan memberitahu kalian, adapun gigi, ia merupakan tulang sedangkan kuku adalah pisau orang Habasyah.” (HR. Al Bukhari)
Dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu
’anhuma ia berkata : ”Penyembelihan itu dilakukan di sekitar kerongkongan”
[HR. ‘Abdurrazzaq no. 8615; shahih].
Oleh sebab itulah para ‘ulama berpendapat bagian yang disembelih dari
hewan meliputi: tenggorokan (jalur nafas), kerongkongan (jalur makan dan minum)
dan urat nadi (pembuluh darah yang memancarkan darah dari jantung) dengan
demikian diharapkan darah terpompa keluar tubuh saat proses penyembelihan.
Saat urat nadi terputus, hewan akan kehilangan kesadaran sehingga
gerakan kejang-kejang bukanlah perwujudan rasa sakit melainkan mekanisme tubuh yang
diperintahkan oleh otak untuk memompa sebanyak-banyaknya darah ke otak karena
suplai darah ke otak terputus sedangkan sistem saraf di belakang leher masih
terkait dengan semua sistem tubuh. Akibatnya, sistem saraf mengirimkan sinyal ke
jantung, otot, usus dan seluruh sel tubuh untuk mengirim darah ke otak besar, namun
darah yang dipompakan akan keluar melalui lubang penyembelihan, hingga darahnya
habis.
Berbeda dengan hukuman pancung, tujuannya adalah membunuh dengan cara
secepat mungkin dan meminimalisir rasa sakit tanpa disertai kejang-kejang. Tulang-tulang leher adalah
penghubung antara otak dan organ-organ tubuh di bawahnya didalamnya terdapat jutaan serabut saraf. Ia ibarat kabel
listrik yang menghubungkan antara sumber listrik dengan bola lampu atau alat
listrik lainnya. Saat kabel ini diputus, maka dalam waktu yang sangat singkat
bola lampu atau alat listrik akan seketika padam. Dalam kasus hukuman pancung,
para ilmuwan memperkirakan kematian akan terjadi kurang dari 8 detik, sehingga
terpidana tidak tersiksa merasakan sakitnya.
Terakhir, jika suatu perbuatan yang
kejam saja seperti menyembelih hewan dan hukuman pancung kita dituntut untuk
berbuat ihsan dan meringankan rasa sakit, maka seharusnya pulalah dalam urusan
duniawi lainnya antar kita sesama manusia kita kerjakan dengan cara yang lebih
ihsan dan kasih sayang tanpa harus meninggalkan rasa sakit pada diri orang
lain.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment