Oleh
: Herry Eko Jaya Putra
Dua pohon hidup ditanah yang sama, mendapatkan udara dan cahaya yang sama
namun tumbuh dengan cara yang berbeda. Satu pohon tumbuh memiliki akar yang
kuat dan menghujam kedalam tanah. Batangnya besar dan tumbuh tinggi menjulang
dengan cabang yang rindang. Pohon itu berdiri dengan kokohnya, tak goyah oleh
tiupan angin kencang sekalipun. Pohon kedua, tumbuh dengan akar serabut,
batangnya kurus namun tinggi, nyaris tak bercabang. Batangnya condong kebawah,
meliuk-liuk saat ditiup angin kencang, menunggu waktu untuk patah atau
tercerabut dari tanah.
Dua
orang penuntut ilmu, belajar disekolah yang sama, dengan guru yang sama, waktu
yang sama dan buku yang sama. Seorang murid memahami ilmunya dengan sangat
baik, berpikir kritis dan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga membuat ia
menguasai ilmunya dengan sempurna dengan hujjah yang kuat. Ia tak mudah
dipengaruhi, tak mudah dibuat ragu atas ilmu dan keyakinannya walau betapa
kencangnya ghazwhul fikri. Murid yang lain belajar dengan apa adanya dan
memahami ilmu apa adanya. Ia menguasai ilmunya apa adanya dengan hujjah yang
seadanya pula. Saat ghazwul fikri menghampirinya, ia menjadi ragu atas ilmu
yang telah dipelajarinya selama ini, pemikirannya terseret, terbawa arus
ghazwul fikri.
Allah Swt berfirman:
“Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang
zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. Ibrahim: 24-27).
Ayat
diatas lebih sering ditafsirkan untuk menggambarkan akidah yang kokoh didalam
diri seseorang yang tak mudah goyah. Juga menggambarkan akidah yang lemah,
mudah dipengaruhi dan disesatkan. Walau demikian, perumpamaan diatas tidak hanya
dapat digunakan pada pelajaran akidah, namun lebih luas lagi pada banyak bidang
ilmu.
Umumnya
orang hanya menjadi konsumen informasi, bukan pembuat dan pemilik informasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada begitu banyak informasi yang kita terima dan
mempengaruhi alam pemikiran kita. Mulai dari informasi
agama, sains, sosial dan politik, semua disajikan dengan sangat meyakinkan.
Padahal tidak semua informasi tersebut benar, bahkan mungkin saja menyesatkan.
Sedangkan sebagian kita, malas berpikir kritis dan mencek kebenaran informasi yang
disampaikan. Ada yang menerima begitu saja, ada yang menolak mentah-mentah tapi
hanya sedikit yang berpikir kritis.
Perlu
kita pahami, dunia ini penuh dengan informasi yang terkadang saling
kontradiktif. Ada banyak konspirasi yang dapat membuat kita ragu. Ada banyak
ideologi yang dapat menjauhkan kita dari jalan kebenaran. Semuanya mungkin
dikemas dengan menghubungkan fakta-fakta yang sebenarnya tidak berhubungan,
demi menggiring pemikiran kita pada suatu kesimpulan, menyesatkan dan
menjauhkan kita dari kebenaran. Saat itu, pohon keimanan dan ilmu kita sedang
diuji.
Ketahuilah
bahwa logis dan rasional tidak identik dengan kebenaran. Tidak semua yang masuk
akal adalah kebenaran, sebagaimana tidak semua yang tidak masuk akal adalah
kesalahan. Manusia memiliki akal yang terbatas untuk memahami segala sesuatu,
sehingga terkadang tidak semua kebenaran dapat dirasionalkan dengan akal dan
ilmu manusia yang terbatas itu. Disisi lain, ada banyak alasan yang dapat
dibuat se rasional mungkin untuk menyembunyikan suatu kesalahan dan mengaburkan
kebenaran.
Berpikirlah
dengan kritis, kuasai ilmu pengetahuan dan jangan hanya menjadi konsumen
informasi. Kuatkan hujjah dan pertajam analisa agar tidak mudah terombang-ambing dalam arus informasi yang kian bebas.
Wallahua’lam.
No comments:
Post a Comment