Laman

Monday, August 29, 2016

POHON ILMU


Oleh : Herry Eko Jaya Putra
Dua pohon hidup ditanah yang sama, mendapatkan udara dan cahaya yang sama namun tumbuh dengan cara yang berbeda. Satu pohon tumbuh memiliki akar yang kuat dan menghujam kedalam tanah. Batangnya besar dan tumbuh tinggi menjulang dengan cabang yang rindang. Pohon itu berdiri dengan kokohnya, tak goyah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Pohon kedua, tumbuh dengan akar serabut, batangnya kurus namun tinggi, nyaris tak bercabang. Batangnya condong kebawah, meliuk-liuk saat ditiup angin kencang, menunggu waktu untuk patah atau tercerabut dari tanah.

Dua orang penuntut ilmu, belajar disekolah yang sama, dengan guru yang sama, waktu yang sama dan buku yang sama. Seorang murid memahami ilmunya dengan sangat baik, berpikir kritis dan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga membuat ia menguasai ilmunya dengan sempurna dengan hujjah yang kuat. Ia tak mudah dipengaruhi, tak mudah dibuat ragu atas ilmu dan keyakinannya walau betapa kencangnya ghazwhul fikri. Murid yang lain belajar dengan apa adanya dan memahami ilmu apa adanya. Ia menguasai ilmunya apa adanya dengan hujjah yang seadanya pula. Saat ghazwul fikri menghampirinya, ia menjadi ragu atas ilmu yang telah dipelajarinya selama ini, pemikirannya terseret, terbawa arus ghazwul fikri.

Allah Swt berfirman:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. Ibrahim: 24-27).

Ayat diatas lebih sering ditafsirkan untuk menggambarkan akidah yang kokoh didalam diri seseorang yang tak mudah goyah. Juga menggambarkan akidah yang lemah, mudah dipengaruhi dan disesatkan. Walau demikian, perumpamaan diatas tidak hanya dapat digunakan pada pelajaran akidah, namun lebih luas lagi pada banyak bidang ilmu.

Umumnya orang hanya menjadi konsumen informasi, bukan pembuat dan pemilik informasi. Dalam kehidupan sehari-hari, ada begitu banyak informasi yang kita terima dan mempengaruhi alam pemikiran kita. Mulai dari informasi agama, sains, sosial dan politik, semua disajikan dengan sangat meyakinkan. Padahal tidak semua informasi tersebut benar, bahkan mungkin saja menyesatkan. Sedangkan sebagian kita, malas berpikir kritis dan mencek kebenaran informasi yang disampaikan. Ada yang menerima begitu saja, ada yang menolak mentah-mentah tapi hanya sedikit yang berpikir kritis.

Perlu kita pahami, dunia ini penuh dengan informasi yang terkadang saling kontradiktif. Ada banyak konspirasi yang dapat membuat kita ragu. Ada banyak ideologi yang dapat menjauhkan kita dari jalan kebenaran. Semuanya mungkin dikemas dengan menghubungkan fakta-fakta yang sebenarnya tidak berhubungan, demi menggiring pemikiran kita pada suatu kesimpulan, menyesatkan dan menjauhkan kita dari kebenaran. Saat itu, pohon keimanan dan ilmu kita sedang diuji.

Ketahuilah bahwa logis dan rasional tidak identik dengan kebenaran. Tidak semua yang masuk akal adalah kebenaran, sebagaimana tidak semua yang tidak masuk akal adalah kesalahan. Manusia memiliki akal yang terbatas untuk memahami segala sesuatu, sehingga terkadang tidak semua kebenaran dapat dirasionalkan dengan akal dan ilmu manusia yang terbatas itu. Disisi lain, ada banyak alasan yang dapat dibuat se rasional mungkin untuk menyembunyikan suatu kesalahan dan mengaburkan kebenaran.

Berpikirlah dengan kritis, kuasai ilmu pengetahuan dan jangan hanya menjadi konsumen informasi. Kuatkan hujjah dan pertajam analisa agar tidak mudah terombang-ambing dalam arus informasi yang kian bebas.

Wallahua’lam.

No comments:

Post a Comment